Tuesday, 16 February 2016

Bagaimana Kalau Terjadi Korosi pada Pipa Bawah Laut?

Korosi adalah permasalahan yang selalu timbul ketika suatu material baik metal maupun non metal berada pada lingkungan yang korosif. Sedangkan pada pipa bawah laut maka permasalahan korosi menjadi sangat diperhatikan karena konfigurasi pipa yang bermacam-macam dan lingkungan air laut yang sangat korosif. Apabila korosi ini terjadi dan dipadukan dengan adanya tegangan yang mengenainya (stress atau strain) maka besar kemungkinan suatu pipa akan mengalami keretakan (crack) yang akibatnya bisa sangat berbahaya.

Adanya keretakan membuat kekuatan pipa berkurang, penurunan kekuatan pipa sebanding dengan penambahan panjang retak sampai pipa tidak mampu lagi menahan beban yang diberikan fluida. Pada pipa yang terpasang di dalam laut mempunyai peluang terjadi retak (crack) yang besar. Hal ini bisa disebabkan karena adanya beban arus (stress) maupun karena adanya korosi yang diikuti dengan adanya tekanan fluida pada pipa yang biasa disebut dengan istilah Stress Corrosion Cracking (SCC). 

Korosi Retak Tegang

Stress Corrosion Cracking (SCC) adalah keretakan akibat adanya tegangan dan media korosif secara bersamaan (Supomo, 2003). SCC terjadi karena adanya tiga kondisi yang saling berkaitan, yakni adanya tegangan, lingkungan yang korosif, dan temperatur yang tinggi. Secara real, kejadian SCC sering terjadi pada peralatan perpipaan pada industri minyak dan gas.

Stress corrosion bisa meningkat pada material yang dimuati secara mekanis pada lingkungan yang korosif. Permukaan material akan larut pada lokasi dimana permukaan material tersebut mengalami tegangan yang tinggi. Penyebab dari korosi tegangan ini antara lain adalah beban/tegangan, kondisi elektro-kimia yang sangat bervariasi, atau juga bisa karena aktifitas mikrobiologi yang terdapat pada suatu material. Beberapa interaksi ini menyebabkan beban mekanik menjadi semakin berat pada permukaan suatu material, dan akibatnya akan terbentuk lubang korosi (korosi sumuran) yang merupakan awal dari terbentuknya crack (keretakan) pada suatu material. (NPL, 2000

Proses retak awal pada material akan sangat berbahaya ketika terjadi korosi lubang (pitting corrosion) karena korosi ini terjadi pada celah yang sempit dan sangat susah diprediksi. Sifatnya yang menjalar ke arah kedalaman semakin memperparah kondisi material yang telah terserang korosi lubang ini (Davis, 2000). Sifat korosi lubang tidak menyebabkan berkurangnya tebal material, akan tetapi merubah sifat ulet material menjadi lebih getas dari sebelumnya.

Mekanisme kegagalan komponen logam akibat retak yang terjadi karena adanya SCC terbagi menjadi dua fase, yakni fase pemicuan dan fase penjalaran. Fase pemicuan adalah fase ketika pembangkit tegangan terbentuk. Pada fase ini terjadi serangan terhadap bagian-bagian logam material yang bersifat anoda sehingga mengakibatkan timbulnya cekukan atau lubang. Ketika tegangan melebihi kekuatan luluh material, maka material akan mengalami deformasi plastik, yakni ikatan-ikatan pada struktur kristalnya putus sehingga bentuk material berubah secara permanen. Sedangkan pengertian fase penjalaran adalah fase yang akhirnya menyebabkan kegagalan. Pada fase penjalaran ini dikenal istilah retak awal dan fase perambatan retak (Jones, 1992).


Disadur dari:
Putu Aditya Setiawan, Murdjito, Heri Supomo (Teknik Kelautan dan Teknik Perkapalan ITS). ANALISA PERAMBATAN RETAK PADA PIPA BAWAH LAUT AKIBAT STRESS CORROSION CRACKING DENGAN METODE NUMERIK.

No comments:

Post a Comment